Minggu, 11 November 2012

Tradisi Pernikahan Yahudi

Kita berganti tema dengan agama seberang yaitu yahudi!! kita akan nge-share tradisi mereka!!

1.Tradisi Pernikahan

Pada masyarakat Yahudi pernikahan adalah sesuatu yang sakral, demikianlah yang dipercayai Judaism. Dalam bahasa Ibrani istilah pernikahan disebut “kiddushin” yang berarti “penyucian”. Hukum dan adat pernikahan seperti pesta pernikahan (Chatunah) dan persiapannya, dan juga persiapan makanannya (Seudat Mitzvah) bersumber dari Taurat Musa yang diberikan di gunung Sinai.
Ada dua peristiwa besar dalam sebuah pernikahan, yang pertama adalah pertunangan dan yang kedua adalah pesta pernikahan.
 Pertunangan

Pertunangan melibatkan adanya suatu perjanjian pernikahan. Perjanjian ini melibatkan dua keluarga (Kejadian 24, Kidung Agung 8:8, Hakim-hakim 14:2-7). Calon pengantin lelaki akan mendatangi rumah calon isterinya untuk melakukan perjanjian. Namun pada kasus khusus pengantin lelaki bisa diwakili oleh pegawainya (contohnya kasus Ishak) atau bersama anggota keluarga lainnya (orang tua, sanak saudara: kasus Simson). Perjanjian yang dilakukan ini mengikat, tidak seperti pengertian pertunangan yang dianut masyarakat modern sekarang ini.
Kata pertunangan dalam bahasa Inggris “to betroth” (Ibrani ) yang mendasari kata “betrothal” atau , berarti perjanjian nikah sekalipun proses pernikahan itu belum selesai dengan diadakannya perjanjian nikah. Beberapa kejadian di Alkitab merujuk wanita yang telah mengadakan perjanjian ini telah dianggap bersuami (berstatus sebagai istri). 2 Samuel 3:14 -> my wife whom I have betrothed” (“erasti”) NIV. Mikhal menjadi istri Daud saat itu masih dalam pertunangan. Ulangan 22:23,24 -> orang yang tidur dengan wanita yang berstatus ‘bertunangan’ dianggap tidur dengan istri orang lain.
Perjanjian nikah ini melibatkan negosiasi harga yang harus dibayarkan oleh calon pengantin pria untuk ‘membeli’ istrinya. Setelah disepakati dan harga yang diminta dibayarkan maka secara resmi perjanjian nikah telah selesai, maka keduanya, pengantin pria ‘ing: groom; ibrani: chatan’ dan pengantin wanita ‘ing: bride; ibrani: Kallah’ telah resmi sebagai suami istri.
Semenjak perjanjian nikah tersebut mempelai wanita dikhususkan sebagai milik suaminya. Sebagai simbol dari terjadinya perjanjian tersebut kedua mempelai akan meminum anggur dari cawan yang sama dimana merupakan ungkapan syukur dari peristiwa tersebut.
Setelah perjanjian nikah dilaksanakan mempelai pria akan kembali ke rumah ayahnya. Ia diharuskan menunggu selama 12 bulan lamanya sebelum ia dapat bertemu kembali dengan calon istrinya. Yaitu sampai ada boyongan (“nissu’in,” “liḳḳuḥin”) mempelai wanita ke rumahnya dan diadakanlah pesta perkawinan.
Selama masa penantian tersebut mempelai wanita akan mempersiapkan diri untuk hidup dalam rumah tangga sementara mempelay pria akan mempersiapkan tempat di rumah ayahnya bagi kedatangan istrinya tersebut.
Pada waktu boyongan itu mempelai pria dan keluarganya akan menjemput mempelai wanita. Namun kedatangan dari mempelai pria tersebut tidak diketahui waktunya secara persis. Biasanya dilakukan pada waktu malam hari. Mempelai pria akan diiringi oleh  orang-orang yang dipilih sebagai orang-orang yang terbaik. Mereka akan membawa obor sebagai penerang jalan. Sekalipun mempelai wanita mengetahui hari itu adalah hari kedatangan mempelai pria, ia tidak tahu waktu yang tepat kedatangannya.  Oleh karena itu para pengiring mempelai pria akan berteriak-teriak apabila telah mendekati rumah mempelai wanita. Suara teriakan ini menjadi tanda bagi mempelai wanita bahwa calon suaminya telah datang.
Setelah rombongan mempelai pria sampai dan bertemu dengan rombongan mempelai wanita yang telah bersiap-siap pergi. Mereka akan pergi bersama-sama ke rumah mempelai pria, tempat di mana pesta pernikahan akan diadakan.
Di rumah mempelai pria, pesta pernikahan telah dipersiapkan dan para tamu telah sampai dan bersiap-siap menyambut kedatangan mempelai berdua.
Segera setelah mereka sampai, para pengiring akan mengantarkan keduanya ke dalam kamar pengantin (huppah). Sampai saat ini mempelai wanita masih berkerudung menutupi mukanya sehingga tidak ada yang dapat melihat wajahnya. Demikianlah caranya Yakub tertipu ketika menikahi Lea, padahal ia dijanjikan akan dinikahkan dengan Rahel (Kejadian 29:23-25). Para pengiring akan berada di luar sementara kedua mempelai memasuki kamar pengantin. Di sinilah untuk pertama kalinya keduanya akan berhubungan badan sebagai suami istri. Menggenapi perjanjian nikah yang telah diadakan setahun sebelumnya. Sesudah itu mempelai pria akan keluar dari kamar pengantin dan mengumumkan kepada para pengiring yang telah menunggu di luar (Yohanes 3:29) bahwa pernikahan telah berlangsung. Mereka akan meneruskan berita tersebut kepada para tamu yang telah menunggu di luar. Para tamu akan berpesta selama tujuh hari.
Selama tujuh hari pesta tersebut mempelai wanita akan terus berada di dalam kamar pengantin dan tidak boleh bertemu dengan orang lain. Pada hari ketujuh mempelai pria akan memperlihatkan istrinya kepada orang banyak dengan menanggalkan kerudung yang selama ini dipakainya.(http://danangdk.blog.uns.ac.id)