Selasa, 02 Juli 2013

Doktrin Humanisme III

Premis pertama Manifesto Humanis yang menyatakan bahwa alam semesta ada dengan sendirinya dan tidak diciptakan, yang dijadikan dalih pembenaran bahwa Tuhan tak ada, juga telah digugurkan oleh serangkaian penemuan astronomis yang membuktikan bahwa alam semesta bermula dari sebuah ledakan dahsyat yang disebut “Dentuman Besar” sekitar 15-17 miliar tahun lalu. Bahkan saat ini alam semesta tengah berkembang, ditandai oleh munculnya bintang-bintang baru dan matinya bintang-bintang yang telah berusia tua, dan sebagainya.

Pemikir ateis, Anthony Flew, mengatakan begini atas temuan para astronom itu.; “… karenanya saya mulai mengakui bahwa ateis Stratonisian telah dipermalukan oleh konsensus kosmologis kontemporer. Karena tampaknya para ahli kosmologi memberikan bukti ilmiah tentang apa yang oleh menurut St. Thomas tak dapat dibuktikan secara filosofis; yakni bahwa alam semesta memiliki permulaan….”
Doktrin Humanisme tak hanya merupakan buah fikiran dari sekelompok orang yang tidak berpijak pada fakta yang terbentang di jagat raya, selain hanya fokus pada tujuan yang hendak dicapai, yakni mengajak semua orang dalam kesesatan dan membentuk sebuah komunitas baru yang dapat diatur atau dikuasai; sebuah tatanan dunia baru.

Ajaran humanisme yang lebih mengedepankan ‘perikemanusiaan’ namun mengabaikan agama sebagai benteng prilaku, sikap, gaya hidup, dan cara berfikir setiap orang, yang diklaim dapat menciptakan harmonisasi dalam kehidupan, ketenteraman, dan kebahagiaan, justru telah menimbulkan dampak mengerikan dalam sejarah kehidupan anak manusia. Enam tahun setelah Manifesto Humanis dipublikasikan, Perang Dunia II meletus, sebuah catatan malapetaka yang dibawa ke dunia oleh ideologi Fasis yang sekuler.

Ideologi humanis lainnya, Komunisme, mendatangkan kekejaman yang tak terperi. Pertama terhadap bangsa Uni Soviet, kemudian Cina, Kamboja, Vietnam, Korea Utara, Kuba, dan berbagai negara Afrika dan Amerika Latin. Sebanyak 120 juta manusia terbunuh oleh rezim atau organisasi komunis. Juga telah jelas bahwa merek humanisme Barat (sistem kapitalis) tidak berhasil membawa kedamaian dan kebahagiaan kepada masyarakat mereka sendiri ataupun kepada wilayah-wilayah lain di dunia.
Keruntuhan argumen humanisme tentang agama juga telah tampak pada lapangan psikologi. Mitos Freudian, sebuah batu pijakan dari dogma ateis semenjak awal abad kedua puluh, telah digugurkan oleh data empiris. Patrick Glynn, dari Universitas George Washington, menerangkan fakta ini di dalam bukunya yang berjudul God: The Evidence, The Reconciliation of Faith and Reason in a Postsecular World.
Seperempat abad terakhir dari abad kedua puluh tidaklah ramah terhadap pandangan psikoanalitik. Yang paling signifikan adalah ditemukannya bahwa pandangan Freud tentang agama (belum lagi sekumpulan besar masalah lain) adalah benar-benar keliru. Yang cukup ironis, riset ilmiah dalam psikologi selama dua puluh lima tahun terakhir telah menunjukkan bahwa, jauh dari sebagai penyakit saraf atau sumber dari neuroses sebagaimana dinyatakan Freud dan murid-muridnya, keyakinan agama adalah salah satu kolerasi yang paling konsisten dari kesehatanmental dan kebahagiaan yang menyeluruh. Kajian demi kajian telah menunjukkan hubungan kuat antara keyakinan dan praktik agama di satu sisi, dan tingkah laku yang sehat sehubungan dengan masalah-masalah seperti bunuh diri, penyalahgunaan alkohol dan obat terlarang, perceraian, depresi, bahkan mungkin mengejutkan, tingkat kepuasan seksual di dalam perkawinan, di sisi lain.