Rabu, 10 Juli 2013

Doktrin Humanisme VII

Gabungan kaum Humanis dan Fremasonry menjadi sebuah kelompok yang demikian efektif, karena di saat salah satu ‘bermain’ di bidang filsafat, yang lain bermain di bidang-bidang yang lain, terutama ekonomi dan politik. Maka, gabungan ini menjadi sangat berbahaya karena memiliki tujuan yang sama dan satu, yakni menguasai dunia dengan memperdaya penduduknya melalui bidang filsafat, ekonomi, politik, budaya, dan lain-lain.

Untuk mendapatkan definisi yang lebih jelas dari doktrin humanis yang merusak ini, kita dapat meloncat ke abad 20 dan mengamati literatur Masonik. Salah satu pengikut Mason Turki yang paling senior, Selami Isindag, mengarang buku berjudul Masonluktan Esinlenmeler (Inspirasi dari Freemasonry). Tujuan penerbitan buku ini adalah untuk mendidik pengikut Mason muda terkait kepercayaan Mason terhadap “Arsitek Agung Alam Semesta” yang menjadi dasar filsafat humanis dan berakar dari Kaballah. Ia mengungkapkan:

“Masonry bukannya tanpa Tuhan. Namun konsep Tuhan mereka berbeda dari yang ada pada agama. Tuhan Masonry adalah sebuah prinsip agung. Ia berada pada puncak evolusi. Dengan mengkritisi keberadaan di dalam diri kita, mengenal diri kita, dan secara sengaja menempuh jalan sains, kecerdasan, dan kebajikan, kita dapat mengurangi sudut antara ia dan diri kita. Kemudian, tuhan ini memiliki ciri-ciri baik dan buruk dari manusia. Ia tidak mewujud sebagai pribadi. Ia tidak dipandang sebagai tuntunan alam atau umat manusia. Ia adalah arsitek dari karya agung alam semesta, kesatuan dan keselarasannya. Ia adalah totalitas dari semua makhluk di alam semesta, sebuah kekuatan total yang mencakup segala sesuatu, dan energi. Walau begitu, tidak dapat dianggap bahwa ia adalah suatu permulaan… ini sebuah misteri besar”.

Dari buku ini jelas sulit untuk dipungkiri bahkan para Mason dan juga Humanis, mendewakan alam, bukan Tuhan, sebagai “Arsitek Agung Alam Semesta”. Dengan kata lain, mereka menuhankan alam dan seisinya, termasuk manusia, dan alam lah yang disembah. Lebih lanjut, dalam bukunya Isindag mengatakan begini;

“Selain alam, tidak mungkin ada kekuatan yang bertanggung jawab atas pikiran atau tindakan kita…. Prinsip-prinsip dan doktrin-doktrin Masonry adalah fakta-fakta ilmiah yang berdasarkan kepada sains dan kecerdasan. Tuhan adalah evolusi. Unsurnya adalah kekuatan alam. Jadi realitas absolut adalah evolusi itu sendiri dan energi yang mencakupnya.”

Majalah Mimar Sinan, sebuah organisasi penerbitan khusus bagi kaum Freemason Turki juga memberikan pernyataan tentang filsafat Masonik yang sama. Pada salah satu artikel majalah itu terdapat tulisan begini :

“Arsitek Agung Alam Semesta adalah kecenderungan menuju keabadian. Ia adalah jalan masuk ke keabadian. Bagi kami, ia adalah suatu pendekatan. Ia menuntut pencarian tanpa henti terhadap kesempurnaan mutlak di keabadian. Ia membuat jarak antara saat sekarang dan Freemason yang berpikir, atau, kesadaran.”
Inilah kepercayaan yang dimaksudkan para Mason ketika berujar, "kami memercayai Tuhan, kami sama sekali tidak menerima ateis di sekitar kami." Bukannya Tuhan yang disembah para Mason, namun konsep-konsep naturalis dan humanis semacam alam, evolusi, dan kemanusiaan yang dituhankan oleh filosofi mereka.

Bergabungnya kaum Humanis dengan para Mason membuat filsafat sesat ini terorganisir dengan sangat baik untuk diri mereka sendiri dan dunia yang ingin dikuasai. Maka tak heran jika kemudian muncul Teori Evolusi yang dicetuskan Charles Darwin, gerakan humanisme yang antara lain dimotori oleh organisasi American Humanist Association, dan sebagainya. Dan jangan heran pula jika kini hak asasi manusia (HAM) seolah bagai ‘firman’ Tuhan yang harus dijunjung tinggi, sehingga peristiwa sekecil apapun selalu dikait-kaitkan dengan HAM atau pelanggaran HAM.

Hak asasi yang dimiliki setiap individu di dunia ini memang harus dihargai dan dihormati, namun jika seseorang ditindak tegas karena melakukan sesuatu yang dianggap dapat merusak agama tertentu atau memicu kekisruhan, hal itu bukan lah pelanggaran HAM. Contoh paling jelas adalah pertikaian antara umat Islam Indonesia dengan jamaah Ahmadiyah. Ditinjau dari sisi mana pun, ajaran Ahmadiyah menyimpang dari Islam. Apalagi karena jamaah Ahmadiyah cenderung menutup diri dari umat Islam yang lain. Seharusnya, jamaah ini didorong untuk kembali kepada ajaran yang benar. Bukan justru dilindungi. Meski, penyerangan terhadap jamaah itu tak bisa dibenarkan karena dapat dikategorikan sebagai tindak kriminalitas yang diatur dalam KUHPidana.