Rabu, 03 Juli 2013

Doktrin Humanisme V

Karakteristik paling jelas dari manifesto tersebut adalah mempertahankan garis antiagama pada Manifesto Humanis I. Seperti halnya manifesto 1933, kaum humanis tetap percaya bahwa teisme tradisional adalah keimanan yang tak terbukti dan sudah ketinggalan zaman, khususnya keimanan akan Tuhan yang mendengarkan doa, yang dianggap hidup dan memerhatikan manusia, mendengar dan memahami, serta sanggup mengabulkan doa-doa mereka.

“…. Kami percaya bahwa agama-agama otoriter atau dogmatik yang tradisional,yang menempatkan wahyu, Tuhan, ritus, atau kredo di atas kebutuhan dan pengalaman manusia merugikan spesies manusia…. Sebagai orang yang tidak bertuhan, kami mengawali dengan manusia bukannya Tuhan, alam bukannya ketuhanan ….” ini lah salah satu pernyataan dalam Manisfesto Humanis II.
Pernyataan ini jelas mengandung pemikiran yang dangkal. Alih-alih menjadi sebuah doktrin yang dapat dipercaya, humanisme ternyata tidak lebih dari upaya sekumpulan orang yang sejak awal adalah ateis dan antiagama, serta menganggap konsep pemikiran mereka benar dan masuk akal. Bertolak belakang dengan janji-janji filsafat humanis, ateisme hanya membawa perang, konflik, kekejaman, dan penderitaan bagi dunia.

Namun, upaya kaum humanis untuk menggambarkan keimanan kepada Tuhan dan agama-agama monoteistik sebagai kredo yang tidak berdasar dan ketinggalan zaman, sebenarnya bukan hal baru. Sebab, doktrin ini hanya memperbarui sebuah klaim berusia ribuan tahun dari mereka yang mengingkari Tuhan. Di dalam Al Quran, Allah menjelaskan argumen seumur dunia yang dikemukakan oleh orang-orang kafir.

“Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat, hati mereka mengingkari (keesaan Allah), sedangkan mereka sendiri adalah orang-orang yang sombong. Tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong. Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Apakah yang telah diturunkan Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Dongeng-dongengan orang-orang dahulu. (QS. An-Nahl, 16: 22-24)

Ayat ini mengungkapkan bahwa penyebab sebenarnya dari penolakan orang-orang kafir terhadap agama adalah kesombongan yang tersembunyi di dalam hati mereka. Filsafat yang disebut humanisme hanyalah tampakan lahiriah belaka dari tindakan manusia dalam mengingkari keberadaan Tuhan. Dengan kata lain, humanisme bukanlah cara berpikir yang baru, sebagaimana mereka yang mendukung klaimnya. Ia sudah ada sejak zaman nabi-nabi dahulu. Bahkan sebelumnya.
Jika kita mencermati perkembangan humanisme di dalam sejarah Eropa, kita akan menemukan banyak bukti nyata tentang hal ini.

Sebelumnya disebutkan bahwa penyebar doktrin humanisme adalah sebuah kelompok yang menolak keberadaan Tuhan alias ateisme, yang sengaja menyebarkan doktrin ini untuk mewujudkan sebuah Tatanan Dunia Baru yang dapat dikendalikan dan dikuasai, yakni bangsa Yahudi dengan organisasi Freemansonry-nya. Penelitian yang dilakukan membuktikan, bahwa ajaran humanisme bersumber dari Kabbalah, sebuah doktrin yang berasal dari Mesir Kuno dan dianut oleh sebagian bangsa Yahudi, termasuk para Mason.